SEPOTONG SENJA UNTUK PACARKU
a cerpen by
St. Nurwahidah
Dalam keremangan senja,
dalam pelukan keheningan kau singgah dalam hidupku..
Kau ketuk pintu hatiku...
Kutelusuri jalan setapak...
Kurambah belukar tak bertuan..
Tapi bahkan ketika matahari tak bersinar lagi, siluetmu selalu tersimpan dihatiku...
Kau ketuk pintu hatiku...
Kutelusuri jalan setapak...
Kurambah belukar tak bertuan..
Tapi bahkan ketika matahari tak bersinar lagi, siluetmu selalu tersimpan dihatiku...
Gerimis senja
belum juga reda ketika Naura
berteduh di sebuah warung di tepi Parangtritis. Tampiasnya mulai membasahi tubuh Naura. Angin dingin berhembus membungkus kulit. Naura merapatkan jaket
birunya. Dibiarkannya semilir angin
menggoda helai demi helai rambut panjangnya. Dari arah utara, seorang pria
berlari-lari kecil menghampiri warung
tempatnya berteduh. Dengan santai ia
duduk di samping Naura. Naura meliriknya sekilas. Dari wajahnya Naura dapat menebak
bahwa ia lebih muda darinya. Naura menyeruput secangkir
teh hangat dengan santai.
“ Hai, aku Andi “
sapanya tiba-tida sembari mengulurkan tangan dan tersenyum ramah . Naura
melihat ke arahnya dan membalas senyumannya.
“ Naura “ jawabnya
singkat.
“ Kalau boleh aku
tebak, kamu pasti sosok wanita yang suka menyendiri dan apa adanya “ ujarnya.
Naura hanya tersenyum mendengar ucapan pria tersebut.
“ Kamu suka pantai?”
sambungnya.
“ Iya. Aku suka
pantai dan segala sesuatu yang berkaitan dengan pantai. Aku suka langit senja,
aku suka debur ombak dan aku suka
gerimis “ jawab Naura.
Itulah awal
perkenalan Naura dengan Andi. Andi,
seorang insinyur muda
yang tampan. Perawakkannya yang santai, sederhana dan cerdas, mampu membuat Naura terpana. Ia mengenyam pendidikan pada salah
satu Universitas swasta di Yogyakarta dan berhasil meraih gelar sarjananya dalam waktu 3 tahun. Semula Naura pikir itu adalah pertemuan
pertama dan terakhir mereka, tapi ternyata tidak. Andi selalu menelpon dan mengirim pesan
singkat pada Naura. Tidak hanya sms dan telepon yang mengalir deras, Andi juga
sering terlihat di pelataran parkir tempat Naura bekerja. Naura bekerja pada
salah satu kantor maskapai penerbangan di seputaran Malioboro dan entah darimana
awalnya, Naura dan Andi kini menjadi sepasang kekasih.
Sore itu, seperti
biasa Andi menjemput Naura di kantor. Tak lupa sebatang mawar kuning kesukaan Naura di tangannya.
Naura melangkah keluar dari kantornya dan menuju parkiran menghampiri Andi yang sedari tadi telah sabar menunggunya.
“ Maaf yah sayang
sudah nunggu lama “ sapa Naura dengan perasaan bersalah karena selalu membuat
Andi menunggu.
“ Iya, nggak apa-apa
kok. Aku senang bisa selalu jemput kamu pulang. Aku nggak mau terjadi apa-apa
sama kamu “ jawabnya sembari mengelus lembut kepala Naura. Naura sangat menyukai moment saat
Andi mengelus kepala Naura dengan penuh kasih sayang.
“ Ayo cepat masuk!”
ucap Andi pada Naura. Tanpa bertanya
Naura langsung masuk ke dalam
mobil sport merah Andi. Mobil itupun kemudian melaju meninggalkan pelataran parkir
kantor tempat Naura bekerja. Andi memacu mobil sportnya dengan cepat ketika
melintas di lingkar selatan. Naura berteriak ketakutan tatkala speedmeter mobil
sport Andi menujuk angka 200km/jam. Andi
hanya tertawa terbahak-bahak ketika Naura teriak ketakutan.
“Ayo dong
cepetan! Sunset keburu hilang tuh “ ujar Naura ketika roda mobil Andi menginjak
pasir pantai yang putih. Andi membiarkan Naura membuka sendiri pintu mobilnya
dan berlari-lari kecil mengikuti riakan ombak. Andi menyambar Nikonnya dan berlari menyusul Naura. Kilatan
blitz kameranya tak pernah lepas mengikuti gadis manis itu.
“
Wah! Indahnya.... aku bisa melihat penuh matahari yang tenggelam “ ujar Naura
riang. Naura berdiri menatap matahari yang memerah scarlet. Andi tersenyum
melihat Naura dan menghampirinya. Ditariknya Naura ke dalam pelukannya. Naura
pun membalas rangkulan Andi.
“
Berjanjilah Naura, kamu nggak akan ninggalin aku “ ujar Andi tiba-tiba.
Naura tersenyum mendengar ucapan Andi.
“
Aku nggak akan pernah bisa jauh dari kamu “ sambung Andi.
“
Suatu hari nanti, akan ada seorang wanita yang datang menggantikanku, Sayang, " bisik
Naura lembut di antara desau angin yang menerpa.
" Aku berjanji akan mengirimkannya untukmu.
Untuk mendampingimu. Mencintaimu. Seorang wanita yang sempurna. Yang disediakan Tuhan untukmu..."sambungnya.
Andi
menatap Naura. Keningnya berkerut mendengar ucapan Naura. Tak mengerti dengan
apa yang dikatakan Naura padanya.
“
Kok ngomongnya begitu? Memangnya kamu mau kemana? kamu mau ninggalin aku?”
tanya Andi.
Naura
hanya tersenyum. Mata bintangnya berubah sayu.
" Dia akan terbit seperti matahari esok pagi dan Setelah malam
yang gelap, dia akan merekah di bibir cakrawala. Begitu kamu melihatnya, kamu
akan tahu bahwa aku yang mengirimkannya
untukmu. . ." lanjut Naura.
Andi hanya
terdiam. Ia tak mengerti dengan apa yang dikatakan Naura padanya. Detak
jantungnya pun berubah sendu mengikuti alunan ombak yang berdebur.
Saat
sore memerah scarlet, Andi dating menjemput Naura di kantor. Namun orang yang
ditunggu-tunggu tak juga keluar dari kantor itu. Andi menelpon Naura dan tak
ada jawaban dari Naura. Andi kemudian memacu mobilnya menuju rumah Naura.
Setibanya disana, Andi sangat shock mengetahui bahwa sudah dua hari Naura
berada di rumah sakit. Ia harus mendapatkan perawatan intensif karena penyakit
kanker yang dideritanya. Andi kemudia menuju rumah sakit tempat Naura dirawat.
“
Sayang, kenapa kamu nggak bilang kalau kamu di rumah sakit?” Tanya Andi
setibanya di rumah sakit.
“
Aku nggak mau ngerepotin kamu. Aku nggak mau liat kamu sedih “ jawab Naura
dengan suara bergetar.
“
Andi, kamu mau minta sesuatu dari kamu “ sambung Naura.
“
Apa sayang? Katakan. Apapun akan aku berikan untukmu. “ jawab Andi.
“
Di hari ulang tahunku besok, aku ingin
kamu membawakan sepuluh tangkai mawar
untukku. Bukan mawar kuning yang kusukai, tapi mawar merah agar aku
selalu dapat menyimpan cintamu di hatiku
dan aku ingin menghabiskan
waktu untuk menikmati senja bersamamu
“ ujar Naura.
“
Apapun itu, akan aku lakukan untuk kamu “ jawab Andi sembari mengecup lembut
kening Naura.
Esoknya,
tanggal 15 Januari, Naura berulang tahun. Andi datang ke rumah sakit dengan satu buket mawar merah di tangannya.
Naura tersenyum manis melihat Andi dating membawakan mawar merah untuknya.
“
Terima kasih, sayang. Kini aku tenang, karena aku selalu dapat menyimpan
cintamu di hatiku “ ucap Naura lembut. Wajahnya yang pucat tak melunturkan
sinar ketulusan hatinya untuk Andi.
“
Andi, bawa aku ke pantai sekarang. Aku ingin menikmati senja bersamamu “ ujar
Naura. Andi kemudian memapah Naura duduk di kursi roda dan kemudian membawanya
menuju Parangtritis.
Di
perjalanan, Naura hanya terdiam. Matanya sayu memandang jalanan yang ramai
dengan hiruk pikuk kendaraan. Senja memerah scarlet saat Andi dan Naura tiba di
Parangtritis. Andi memapah Naura berjalan menuju tepi pantai.
“
Andi, terima kasih atas seluruh cinta yang kamu berikan untukku. Aku bahagia
bersamamu. “ ucap Naura di tengah kicauan camar yang membelah ombak. Andi
mendekap Naura. Ia hanya terdiam membiarkan Naura berbicara.
“
Aku mencintaimu dengan segala kekuranganmu. Aku menyayangimu dengan segala
kelemahanmu dan aku akan tetap mencintaimu walau aku tak bersamamu lagi “
lanjut Naura lembuh. Suaranya bergetar, denyut jantungnya pun nyaris tak
terdengar. Naura kemudian mengangkat tangannya, digerakkan tangannya seolah
tengah memotong sebuah benda. Lalu ia seolah-olah tengah memetik sesuatu.
Digenggamnya dan di letakkannya ke dalam genggaman Andi.
“
Aku hanya mampu memberikanmu sepotong senja sebagai tanda cintaku padamu.
Genggam dan simpanlah dia. Jangan pernah lepaskan dan jangan biarkan sinar
jingganya meredup. Karena saat sinarnya telah redup, maka cintaku pun akan
meredup dalam hatimu. Aku mencintaimu seperti senja yang mencintai langit.
Senja telah berbaik hati membagi kebahagiaannya pada kita, walau hanya
sepotong…. Sepotong senja untuk pacarku…… “ ucap Naura dan kemudian tangannya
luruh jatuh menimpa tangan Andi. Denyut jantungnya kini tak terdengar lagi.
Andi kemudian sadar, Naura telah tiada. Andi mendekap erat Naura. Air matanya
pun tak terbendung lagi.
“
Akan aku jaga senja ini, sayang.. Takkan kubiarkan sinarnya meredup. Aku
mencitaimu. Terima kasih telah menjadi yang terindah dalam hatiku. Jangan
takut, sinarnya takkan meredup. Sinar sepotong senja yang kau berikan padaku
akan tetap indah, seindah senja mencintai langit “ gumam Andi yang kini tak
terdengar lagi oleh Naura.
******