Minggu, 13 Januari 2013

Sepotong Senja Untuk Pacarku

SEPOTONG SENJA UNTUK PACARKU
a cerpen by St. Nurwahidah

Dalam keremangan senja, dalam pelukan keheningan kau singgah dalam hidupku..
Kau ketuk pintu hatiku...

Kutelusuri jalan setapak...
Kurambah belukar tak bertuan..
Tapi bahkan ketika matahari tak bersinar lagi, siluetmu selalu tersimpan dihatiku...

          Gerimis  senja  belum  juga reda  ketika  Naura berteduh di sebuah warung di tepi  Parangtritis. Tampiasnya mulai membasahi  tubuh Naura. Angin dingin berhembus  membungkus kulit. Naura merapatkan jaket birunya. Dibiarkannya  semilir angin menggoda helai demi helai rambut panjangnya. Dari arah utara, seorang pria berlari-lari kecil menghampiri  warung tempatnya  berteduh. Dengan santai ia duduk di samping Naura. Naura meliriknya  sekilas. Dari wajahnya Naura dapat menebak bahwa ia lebih muda darinya. Naura menyeruput  secangkir  teh  hangat dengan santai.
          “ Hai, aku Andi “ sapanya tiba-tida sembari mengulurkan tangan dan tersenyum ramah . Naura melihat ke arahnya dan membalas senyumannya.
          “ Naura “ jawabnya singkat.
          “ Kalau boleh aku tebak, kamu pasti sosok wanita yang suka menyendiri dan apa adanya “ ujarnya. Naura hanya tersenyum mendengar ucapan pria tersebut.
          “ Kamu suka pantai?” sambungnya.
          “ Iya. Aku suka pantai dan segala sesuatu yang berkaitan dengan pantai. Aku suka langit senja, aku suka debur ombak  dan aku suka gerimis “ jawab Naura.
          Itulah awal perkenalan Naura dengan Andi.  Andi, seorang  insinyur  muda  yang tampan. Perawakkannya yang santai, sederhana dan  cerdas, mampu membuat Naura  terpana. Ia mengenyam pendidikan pada salah satu Universitas swasta di Yogyakarta dan berhasil meraih  gelar sarjananya dalam waktu 3 tahun.  Semula Naura pikir itu adalah pertemuan pertama dan terakhir mereka, tapi ternyata tidak.  Andi selalu menelpon dan mengirim pesan singkat pada Naura. Tidak hanya sms dan telepon yang mengalir deras, Andi juga sering terlihat di pelataran parkir tempat Naura bekerja. Naura bekerja pada salah satu kantor maskapai penerbangan di seputaran Malioboro dan entah darimana awalnya, Naura dan Andi kini menjadi sepasang kekasih.
          Sore itu, seperti biasa Andi menjemput Naura di kantor. Tak lupa sebatang  mawar kuning kesukaan Naura di tangannya. Naura melangkah keluar dari kantornya dan menuju parkiran menghampiri  Andi yang sedari tadi telah sabar menunggunya.
          “ Maaf yah sayang sudah nunggu lama “ sapa Naura dengan perasaan bersalah karena selalu membuat Andi menunggu.
          “ Iya, nggak apa-apa kok. Aku senang bisa selalu jemput kamu pulang. Aku nggak mau terjadi apa-apa sama kamu “ jawabnya sembari mengelus lembut  kepala Naura. Naura sangat menyukai moment  saat  Andi mengelus kepala Naura dengan penuh kasih sayang.
          “ Ayo cepat masuk!” ucap Andi pada Naura. Tanpa bertanya  Naura  langsung masuk ke dalam mobil sport merah Andi. Mobil itupun kemudian melaju meninggalkan pelataran parkir kantor tempat Naura bekerja. Andi memacu mobil sportnya dengan cepat ketika melintas di lingkar selatan. Naura berteriak ketakutan tatkala speedmeter mobil sport Andi  menujuk angka 200km/jam. Andi hanya tertawa terbahak-bahak ketika Naura teriak ketakutan.
                                “Ayo dong cepetan! Sunset keburu hilang tuh “ ujar Naura ketika roda mobil Andi menginjak pasir pantai yang putih. Andi membiarkan Naura membuka sendiri pintu mobilnya dan berlari-lari kecil mengikuti riakan ombak. Andi menyambar  Nikonnya dan berlari menyusul Naura. Kilatan blitz kameranya tak pernah lepas mengikuti gadis manis itu.
                        “ Wah! Indahnya.... aku bisa melihat penuh matahari yang tenggelam “ ujar Naura riang. Naura berdiri menatap matahari yang memerah scarlet. Andi tersenyum melihat Naura dan menghampirinya. Ditariknya Naura ke dalam pelukannya. Naura pun membalas rangkulan Andi.
                        “ Berjanjilah Naura, kamu nggak akan ninggalin aku “ ujar Andi tiba-tiba.
Naura tersenyum mendengar ucapan Andi.
                        “ Aku nggak akan pernah bisa jauh dari kamu “ sambung Andi.
                        “ Suatu hari nanti, akan ada seorang  wanita  yang  datang menggantikanku, Sayang, " bisik Naura lembut di antara desau angin yang menerpa.
                                 " Aku berjanji akan mengirimkannya untukmu. Untuk mendampingimu. Mencintaimu. Seorang wanita yang sempurna. Yang  disediakan Tuhan untukmu..."sambungnya.
                        Andi menatap Naura. Keningnya berkerut mendengar ucapan Naura. Tak mengerti dengan apa yang dikatakan Naura padanya.
                        “ Kok ngomongnya begitu? Memangnya kamu mau kemana? kamu mau ninggalin aku?” tanya Andi.
                        Naura hanya tersenyum. Mata bintangnya berubah sayu.
                        " Dia akan terbit seperti matahari esok pagi dan Setelah malam yang gelap, dia akan merekah di bibir cakrawala. Begitu kamu melihatnya, kamu akan tahu bahwa  aku yang mengirimkannya untukmu. . ." lanjut Naura.
                                Andi hanya terdiam. Ia tak mengerti dengan apa yang dikatakan Naura padanya. Detak jantungnya pun berubah sendu mengikuti alunan ombak yang berdebur.
                                Saat sore memerah scarlet, Andi dating menjemput Naura di kantor. Namun orang yang ditunggu-tunggu tak juga keluar dari kantor itu. Andi menelpon Naura dan tak ada jawaban dari Naura. Andi kemudian memacu mobilnya menuju rumah Naura. Setibanya disana, Andi sangat shock mengetahui bahwa sudah dua hari Naura berada di rumah sakit. Ia harus mendapatkan perawatan intensif karena penyakit kanker yang dideritanya. Andi kemudia menuju rumah sakit tempat Naura dirawat.
                                “ Sayang, kenapa kamu nggak bilang kalau kamu di rumah sakit?” Tanya Andi setibanya di rumah sakit.
                                “ Aku nggak mau ngerepotin kamu. Aku nggak mau liat kamu sedih “ jawab Naura dengan suara bergetar.
                                “ Andi, kamu mau minta sesuatu dari kamu “ sambung Naura.
                                “ Apa sayang? Katakan. Apapun akan aku berikan untukmu. “ jawab Andi.
                                “ Di hari ulang tahunku  besok, aku ingin kamu membawakan sepuluh tangkai mawar  untukku. Bukan mawar kuning yang kusukai, tapi mawar merah agar aku selalu dapat menyimpan cintamu di hatiku  dan aku ingin menghabiskan  waktu  untuk menikmati senja bersamamu “ ujar Naura.
                                “ Apapun itu, akan aku lakukan untuk kamu “ jawab Andi sembari mengecup lembut kening Naura.
                                Esoknya, tanggal 15 Januari, Naura berulang tahun. Andi datang ke rumah sakit  dengan satu buket mawar merah di tangannya. Naura tersenyum manis melihat Andi dating membawakan mawar merah untuknya.
                                “ Terima kasih, sayang. Kini aku tenang, karena aku selalu dapat menyimpan cintamu di hatiku “ ucap Naura lembut. Wajahnya yang pucat tak melunturkan sinar ketulusan hatinya untuk Andi.
                                “ Andi, bawa aku ke pantai sekarang. Aku ingin menikmati senja bersamamu “ ujar Naura. Andi kemudian memapah Naura duduk di kursi roda dan kemudian membawanya menuju Parangtritis.
                                Di perjalanan, Naura hanya terdiam. Matanya sayu memandang jalanan yang ramai dengan hiruk pikuk kendaraan. Senja memerah scarlet saat Andi dan Naura tiba di Parangtritis. Andi memapah Naura berjalan menuju tepi pantai.
                                “ Andi, terima kasih atas seluruh cinta yang kamu berikan untukku. Aku bahagia bersamamu. “ ucap Naura di tengah kicauan camar yang membelah ombak. Andi mendekap Naura. Ia hanya terdiam membiarkan Naura berbicara.
                                “ Aku mencintaimu dengan segala kekuranganmu. Aku menyayangimu dengan segala kelemahanmu dan aku akan tetap mencintaimu walau aku tak bersamamu lagi “ lanjut Naura lembuh. Suaranya bergetar, denyut jantungnya pun nyaris tak terdengar. Naura kemudian mengangkat tangannya, digerakkan tangannya seolah tengah memotong sebuah benda. Lalu ia seolah-olah tengah memetik sesuatu. Digenggamnya dan di letakkannya ke dalam genggaman Andi.
                                “ Aku hanya mampu memberikanmu sepotong senja sebagai tanda cintaku padamu. Genggam dan simpanlah dia. Jangan pernah lepaskan dan jangan biarkan sinar jingganya meredup. Karena saat sinarnya telah redup, maka cintaku pun akan meredup dalam hatimu. Aku mencintaimu seperti senja yang mencintai langit. Senja telah berbaik hati membagi kebahagiaannya pada kita, walau hanya sepotong…. Sepotong senja untuk pacarku…… “ ucap Naura dan kemudian tangannya luruh jatuh menimpa tangan Andi. Denyut jantungnya kini tak terdengar lagi. Andi kemudian sadar, Naura telah tiada. Andi mendekap erat Naura. Air matanya pun tak terbendung lagi.
                                “ Akan aku jaga senja ini, sayang.. Takkan kubiarkan sinarnya meredup. Aku mencitaimu. Terima kasih telah menjadi yang terindah dalam hatiku. Jangan takut, sinarnya takkan meredup. Sinar sepotong senja yang kau berikan padaku akan tetap indah, seindah senja mencintai langit “ gumam Andi yang kini tak terdengar lagi oleh Naura.
******



                                                                                   

Sabtu, 09 Juni 2012

Titip Rindu Dari Surga

dulu aku selalu bilang...
aku akan selalu ada untukmu..
dulu sering aku katakan..
bahwa lenganku akan selalu dibahumu..
dan kerap terucap.. tak ada yang bisa memisahkan
kamu dan aku...

meski sulit.. yang kau minta pasti aku berikan..
meski lelah, yang kau mau pasti aku turuti..
semua demi kamu.. karena aku sayang padamu..

Senyummu kadang muncul seperti pelangi..
tawa riang pun riuh seperti nyanyian ombak..
tapi kadang bibirmu membentuk lengkungan patah
karena ada luka yang tidak terucap..

matamu seperti kejora..
bekerjab indah mengalahkan bintang yang paling terang..
tapi di suatu waktu.. kadang mengalir bola-bola kristal mungil
di sudut matamu...

meski tanganku kuat menggenggam jemarimu
namun, keringat, air mata dan darahmu pernah mengalir..
menembus batas-batas yg hanya menjadi rahasia Tuhan..

ketika begitu banyak pengorbanan yang diberikan..
ketika begitu banyak luka yang ditorehkan..
dan ketika banyak janji yang dianggap ingkar..

kita kemudian bersumpah.. disaksikan angin yang menyapu
lembut.. disaksikan tempias gerimis yang menetes di pipimiu..
bahwa 'hanya kematian yang bisa memisahkan kamu dan aku..

sumpah yang kemudian menjadi karma terbesarku..
karena kemudian kematian itu menjemputmu..
tak ada yg bisa aku lakukan di detik-detik kepergianmu..
hanya diam.. dan membisu untuk kemudian menjadi saksi bahwa
semua kesombongan tidak bisa apa-apa dihadapan sang kematian...

malamku kini beku.. cahayapun tak lagi benderang untuk..
keramaiann menjadi senyap dan keceriaan menjadi kemuraman yang sendu..
hnya doa yg tak putus terangkai.. semoga kamu damai di alammu..
semoga tangan-tangan malaikat selalu menjagamu..
dan aku menunggu sang kematian datang.. ketika waktuku tiba..
karena keabadianku adalah bersamamu di alam yng kekal...

Rabu, 30 Mei 2012

Nyanyian Sukma

Di dasar relung jiwaku Bergema nyanyian tanpa kata;
sebuah lagu yang bernafas di dalam benih hatiku,

Yang tiada dicairkan oleh tinta di atas lembar kulit ;
ia meneguk rasa kasihku dalam jubah yg nipis kainnya,
dan mengalirkan sayang, Namun bukan menyentuh bibirku.

Betapa dapat aku mendesahkannya?
Aku bimbang dia mungkin berbaur dengan kerajaan fana
Kepada siapa aku akan menyanyikannya?

Dia tersimpan dalam relung sukmaku
Kerna aku risau, dia akan terhempas
Di telinga pendengaran yang keras.
Pabila kutatap penglihatan batinku

Nampak di dalamnya bayangan dari bayangannya,
Dan pabila kusentuh hujung jemariku
Terasa getaran kehadirannya.
Perilaku tanganku saksi bisu kehadirannya,
Bagai danau tenang yang memantulkan cahaya bintang-bintang bergemerlapan.

Air mataku menandai sendu
Bagai titik-titik embun syahdu
Yang membongkarkan rahsia mawar layu.
Lagu itu digubah oleh renungan,
Dan dikumandangkan oleh kesunyian,
Dan disingkiri oleh kebisingan,Dan dilipat oleh kebenaran,
Dan diulang-ulang oleh mimpi dan bayangan,
Dan difahami oleh cinta,
Dan disembunyikan oleh kesedaran siang
Dan dinyanyikan oleh sukma malam.

Lagu itu lagu kasih-sayang,
Gerangan ‘Cain’ atau ‘Esau’ manakah Yang mampu membawakannya berkumandang?
Nyanyian itu lebih semerbak wangi daripada melati:
Suara manakah yang dapat menangkapnya?
Kidung itu tersembunyi bagai rahsia perawan suci,
Getar nada mana yang mampu menggoyahnya?
Siapa berani menyatukan debur ombak samudra dengan kicau bening burung malam?

Siapa yang berani membandingkan deru alam, Dengan desah bayi yang nyenyak di buaian?
Siapa berani memecah sunyi
Dan lantang menuturkan bisikan sanubari
Yang hanya terungkap oleh hati?
Insan mana yang berani melagukan kidung suci Tuhan?







♥♥.•*´¨`*•. (`'•.¸ (`'•.¸*¤* ¸.•'´) ¸.•'´) .•*´¨`*•.♥♥ ✿ܓ ♥ Jangan Biarkan Aku Mati Tanpa CintaMu ♥ ✿ܓ ♥♥•.¸¸.•*♥`(¸.•'´

بِسْــــــ...ــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــم


oleh ~*Sebutir Mutiara,Seindah Wanita Sholehah I*~

Ada gambar di dinding kalbuku
Sebuah nama yang terukir kuat di dinding kepastianku
Tiada yang lain selain hanya gambar diriMu

Ada tentram dibalik dinding hatiku
Saat namaMu kusebut berulang-ulang
dalam gelapnya malam dan gulitanya siang
Ya Rabbi, jangan biarkan cintaku berpaling dari cintaMu,
tenggelamkanlah nyawaku dalam lautan rinduMu
hanya karena Engkaulah bahagiaku
meliputi segala darah yang mengalir di tubuhku

Sejuta peri Kau turunkan untukku, sudah
dengan seribu macam paket karunia dan berkahMu,
Namun bukan itu harapku, ya Rabbi.
Aku hanya butuh sambutan hangat dalam rumahMu
karena senyumMu adalah segalanya bagiku.
Aku selalu merindukan semua karuniaMu
Aku mencintaiMu melebihi cintaku pada diri dan hidupku
matiku karena cintaMu adalah kebahagiaan untukku
Ya Rabbi, jangan biarkan aku mati tanpa cintaMu!


❤✫•°*”☀”*°•✫❤✫•°*”☀”*°•✫❤✫•°*”☀”*°•✫❤✫•°*”☀”*°•✫❤

♫•*¨*•.¸ﷲ¸.•*¨*•♫♥:♫*ღ☆ღ*¨*¤.¸¸::♥::♥.¸¸.¤*¨*ღ☆ღ*♥♫•*¨*•♫


(´'`v´'`)
`•.¸.•´ ღ☆ღ Semoga catatan ini bermanfa'at ღ☆ღ
.¸.•´¸.•*¨)
(¸.•´ (¸.•´ ♥♥ Aamiin ya Robbal 'alamiin ♥♫♥♫Salam Ukhuwah Fillah ♥♥


♫•*¨*•.¸ﷲ¸.•*¨*•♫♥:♫*ღ☆ღ*¨*¤.¸¸::♥::♥.¸¸.¤*¨*ღ☆ღ*♥♫•*¨*•♫

♫•*¨*•.¸ﷲ¸.•*¨*•♫♥:♫*ღ☆ღ*¨*¤.¸¸::♥::♥.¸¸.¤*¨*ღ☆ღ*♥♫•*¨*•♫

Sebutir Mutiara Seindah Wanita Sholeha

Kepada Mereka Yang Kuanggap Sahabat

Baca yah...
http://thoni-geniusku.blogspot.com/2012/05/kepada-mereka-yang-kuanggap-sahabat.html

Senin, 14 Mei 2012

Pelangi Di Ujung Kelambu

Ku rasakan detak jantungku berdetak tak menentu. Terkadang seirama dengan detakan jam, terkadang pula sekencang bunyi gendrang yang di pukul secara membahana. Bahkan dada ini terasa sakit bila jantungku berdetak seperti itu. Di tambah, deru nafasku yang sesak dan mulai bernyanyi dengan nyaring. Hal ini biasa terjadi padaku dalam waktu yang tiba – tiba, bahkan tak terduga.

Tubuhku pun mulai terasa lemas ketika aku harus berlari mengitari lapangan sekolah karena mata pelajaranku kali ini adalah Penjaskes. Tubuhku pun betambah lemas lagi ketika otakku terasa berdetak nyeri di dalam kepala ini karena sakit ku kambuh secara tak terduga, dan terik matahari yang mulai menyengat kulit di siang hari.

Seorang kakak kelas berbaju putih abu – abu yang ku suka pun tampak mendekat, mencoba menangkap tubuh yang lemas ini. Nafasnya yang hangat menerpa wajahku. Aroma tubuhnya yang maskulin menjadi obat penidur untukku, di dalam dekapannya kini.

Beberapa saat berlalu, mimpi gelapku terusik oleh langkah – langkah kaki yang gaduh di sekitarku. Perlahan mulai kubuka kedua mata yang terasa berat ini. Dan hal pertama yang ku lihat , meski dalam keadaan pusing dan kabur adalah langit – langit gedung yang bergerak cepat di atasku, seirama dengan tubuhku yang dibawa di atas ranjang Rumah Sakit oleh orang – orang yang ku kenali sebagai sahaba – sahabatku, dan beberapa orang perawat cantik yang membawa infus sembari berlari, mencoba menyamai kecepatan langkahnya denganku di atas ranjang berjalan ini.

Tubuhku pun di bawa ke dalam sebuah ruangan oleh para perawat itu, sementara sahabat – sahabatku di tahan di luar ruangan oleh 2 perawat lainnya yang menunggu di luar ruangan.

Di dalam ruangan, hidung dan mulutku di tutupi oleh sebuah alat bantu pernafasan yang lumayan membantuku. Infus kembali di pasang di tanganku, dan membuatku jadi panik dan gelisah sendiri.

Seorang pria setengah baya masuk ke dalam ruangan dengan mengenakan jas putih dan beberapa perlengkapan dokternya yang di jadikan satu di dalam sebuah tas hitam yang ia bawa.

Aku langsung memejamkan mata ketika Sang Dokter mengangguk, memberikan instruksi kepada dua perawat wanita yang kini berada di kanan – kiriku.

Selama memejamkan mata, sempat terbayang wajah – wajah orang yang ku sayang. Wajah tante yang menjadi wakilku, wajah sahabat – sahabatku, dan tentu saja, wajah orang yang aku cintai, Kak Dika.

Namun, ketika seseorang memasukkan ujung tajam dari jarum suntik ke kulitku, wajah – wajah itu segenap berubah menjadi keharuan hingga ku sadari beberapa tetes air mataku jatuh dan membasahi pipiku.

Wajah – wajah itu berubah sedih dan penuh keharuan. Bahkan, sempat terlintas kenangan – kenangan pahitku. Terutama, kenangan pahitku tentang kak Dika yang sampai saat ini tak mengetahui bahwa aku sangat menyayanginya. Tapi, sayang, ku tahu ia telah dimiliki wanita cantik yang kutahu adalah kekasihnya.

Jarum suntik pun di keluarkan, dan mata serta detak jantung yang menyakitkan dalam setiap detakanannya ini pun perlahan menjadi pusat pemeriksaan oleh Sang Dokter dan beberapa perawatnya.

Sebuah alat pendeteksi jantung yang berada di sebelahku pun berbunyi aneh, tak seperti bunyi pada jantung orang yang normal.

Sempat ku lihat sang Dokter menggelengkan kepala kepada tatapan sedih para perawat, yang masih berdiri di sisiku itu. Aku pun kembali menutup mata dan mencoba untuk melihat wajah malaikat yang akan menyabut nyawaku, karena penyakit leukimia yang ku alami ini sudah benar – benar tak bisa di sembuhkan lagi. Padahal, seudah banyak usaha yang ku lakukan bersama tante dan sahabat – sahabatku untuk mencari obat penyembuh dari penyakit ini. Tapi ternyata, Tuahn lebih memilih untuk menjemputku di waktu yang tepat ini. Dimana, masih ada orang – orang yang ku sayangi, dan yang menyayangiku. Dan, masih ada dunia yang harus ku jelajahi ini.

Dan, suara pintu yang terbuka dengan keras di ruangan itu pun mengagetkanku hingga membuat mataku yang semula terpejam, malah terbuka hingga sesaat ku lupakan pikiran – pikiran ku tadi.

Seorang wanita cantik bagai malaikat masuk dan langsung berlari memelukku sangat erat. Hingga tak mungkin bisa terlepaskan. Wanita itu menangis di dalam dekapan sayangnya padaku. Ya, ialah tanteku. Orang yang paling ku sayang di dunia ini, karena aku hanya sebatang kara tanpa dirinya.

Bisa ku rasakan suasana haru yang pecah di ruangan ini. Satu persatu sahabat ku masuk dengan mata yang basah dan lebam oleh air mata yang mereka keluarkan.

Semua langsung mendekatiku dan memelukku secara bergantian dengan sangat erat, layaknya aku akan segera pergi meninggalkan mereka. Yang memang benar adanya.

Ku rasakan jantungku mulai melemah, seirama dengan nada yang dikeluarkan oleh alat pendeteksi jantung yang berada di sampingku. Tapi, seseorang datang terlambat dan menghampiriku, hingga membuat jantungku berdetak normal karena keberadaannya. Senyum manisnya melemaskan otot – ototku yang sebenarnya akan tak berfungsi lagi.

Semua yang melihat keadaanku langsung mengerti dan meninggalkan ku berdua saja dengannya, di dalam ruangan yang berbau obat, dan ruangan yang di penuhi dengan nada – nada yang di keluarkan oleh alat pendeteksi jantung, dan tentu saja deru nafasku yang bergetar olehnya.

“Hey. . .!” itulah kata pertama yang keluar dari bibir manisnya, yang langsung memecah kesunyian di antara kami. Wajahnya yang rupawan dengan lesung pipit dan model rambut yang maskulin itu tampak seperti wajah malaikat bagiku, bagi hatiku.

“Hmmm. . .” kakinya bergerak salah tingkah, tapi itu tak mengurangi semua keindahan yang ada pada dirinya.

“Sebenarnya, ada banyak hal yang ingin ku bicarakan padamu.” Tubuh ku yang semula lemas, kini terasa terlonjak ketika tangan lembut dan kekarnya menggenggam tanganku dengan penuh kasih. “Sebenarnya, aku dan Viola hanya sekedar teman. Dan, tak ada hubungan apa pun yang melebihi itu.” Ia diam sesaat, seraya menatap lekat mataku.

“Sebenarnya, memang benar kalau dia pernah menembakku. Itu pun 2 minggu yang lalu.”

Air mataku langsung menetes deras, Jntungku berdetak kencang dengan membahana, ketika ia berkata seperti itu. Tapi, aku tetap menunggu perkataannya yang selanjutnya.

“Tapi aku menolaknya dan memberikan hatiku pada seseorang. . . “ perkataannya terhenti ketika dari dalam tas, ia mengeluarkan sebuah album foto mini, dan ia tunjukan beberapa foto yang membuatku terkejut bagai tersengat listrik. “Seseorang yang mengumpulkan foto – foto ini untukku.” Mulutku tergagap ketika ia berkata seperti itu. Dalam hati aku bertanya – tanya, dari mana ia mendapatkan kumpulan foto – fotonya yang selama ini ku dapatkan dan ku kumpulkan?

“Aku mendapatkannya dari sahabat – sahabatmu.” Katanya pelan, seperti membaca pikiranku. “Mereka memberikanku semuanya. Bahkan bukan ini saja yang ku tahu. Semua surat dan cokelat yang tak berketerangan pengirimnya pun aku tahu dari siapa. Kamu, Susan. Tapi, kenapa kamu gak beritahu aku saja yang sebenarnya? Apa kau tak tahu kalau aku. . . . “ aku benci dengan jeda yang ia selipkan di antara kata – katanya. “Aku juga sayang sama kamu. Aku sebenarnya ingin menembakmu sudah lama. Tapi aku tak pernah menemukan waktu yang tepat.”

Senyumnya membuat bibirku juga melengkung senang dan puas dengan hasil kerja keras ku yang selama ini tak sia – sia. Terlebih, ketika ia memeluk tubuh lemahku ini, beberapa memori dalam benakku yang mengingatkan ku tentang usaha bersama sahabat – sahabatku untuk mencari perhatian Kak Diki padaku. “Jadi, dengan ini, aku harap kamu bisa berjuang dalam melawan penyakitmu ini. Karena aku akan ada terus di sampingmu sebagai. . . . Sebagai seorang kekasih.”

Air mataku kembali menetes, bahkan lebih deras lagi. Ini semua bagai pelangi di awal kelabu. Dimana, Cinta Kak Dika datang padaku, tepat ketika ajal mulai menjemputku.

Tapi, secara tiba – tiba, di suasana yang haru itu, jantungku pun terasa berdetak menyakitkan di dalam dada ini, dalam frekuensi detakannya yang pelan. Sempat ku lihat cahaya keperakan di balik tubuh Kak Dika, serta sekelebat bayangan berwarna hitam pekat di sekitarku

Dan, kata terakhirku yang menuntaskan semuanya pun dapat keluar dari mulut yang semula bisu ini. “Kak. . . Aku sayang kakak. Aku nggak ingin pergi meninggalkan kakak. Aku butuh kakak di sampingku. . . . Tapi, Susan mohon maaf. . . Karena ia telah menjemputku. Lihatlah cahaya keperakan itu, kak. Itulah pintu yang akan ku lalui. Selamat tinggal, Kak. Salam untuk tante dan sahabat – sahabatku.” “Susan! Kamu harus kuat! Kamu harus bertahan! Aku nggak ingin kamu pergi! Susan! Tolong, bukalah matamu!!” suara Kak Dika yang histeris menjadi obat penidur ku untuk selamanya.

Senja di Pelabuhan Kecil

Ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut


Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi.

Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap