Rabu, 25 April 2012

ANUGERAH TERINDAH YANG BUKAN UNTUKKU

Sore itu...Mendung putih yang setengah jam lalu menggantung di atap langit sebelah utara kini berubah gelap.. angin lembut berubah garang dengan kekuatannya yang membuat dedaunan akasia berguguran satu persatu. Tetesan gerimis mulai turun membasuh tanah yang seperti berteriak karena bersyukur diberi kesejukan oleh sang pencipta setelah dari pagi dihujani angkuhnya terik sang bagaskara..

Gerimis senja telah berubah menjadi hujan deras.. kecipak air terdengar saat bulir-bulir hujan yang membentuk bola kristal mungil itu bergulir dari daun akasia lalu kemudian luruh jatuh diatas rerumputan. Dua ekor burung dara putih yang tadi asyik bercengkrama disalah satu dahan kini terbang kembali dalam sarangnya yang hangat. Demikian juga orang-orang yang tadi banyak di areal pemakaman itu semuanya berhamburan pulang menjauh dari guyuran hujan dan dekapan udara dingin yang mulai membungkus kulit.

Tapi disebuah gundukan tanah yang masih berwarna merah.. dengan tebaran bunga melati yang berserak antara nisan putih. Naura, sesosok gadis dengan mata bintang masih tegak berdiri disitu. Wajah ayunya terlihat menyimpan rona kesedihan yang begitu kuat merajai. Tak berkedip mata indah itu menatap torehan nama di nisan itu. Rahardian Sagha Rizaldi, nama yang tertulis dan sudah ribuan kali digumankannya.

Air matanya memang tak mengalir, sedu sedannya memang tak muncul. Bukan karena tak cukup kuat kesedihan yang ada direlung hatinya. Tapi karena lebih ia terlalu kuat untuk tak menangis. Seandainya petuah ibundanya saat ia masih kecil untuk tak menangis dalam kesedihan apapun tidak terpatri kuat dihatinya. Ia pasti sudah menangis, berteriak dan menyatakan protes atas semua yang menurutnya tidak adil. ''Kenapa harus berakhir seperti ini Tuhan, dan kenapa aku mesti gadis yang tak boleh mengeluarkan air mata,'' lirih suara gadis itu berguman. Suara yang kemudian bahkan tak terdengar oleh telinganya, karena tersapu gemericik air hujan yang kian deras.

Naura kini bersimpuh, tangannya memegang nisan putih itu.. diusapnya nama Agha itu dengan lembut.. angannya kemudian mengembara jauh, kembali ke waktu tiga bulan sebelumnya..
********

''Ayo dong, cepetan, sunset keburu ilang tuh,'' celoteh manja Naura sudah terdengar riuh saat roda mobil Agha menginjak pasir pantai berwarna hitam. Sore itu, Agha dan Naura datang di pantai itu.Pantai yang kerap dijadikan inspirasi oleh Agha saat ia kehilangan denyut semangat dan gairah.

Agha hanya tersenyum. Dibiarkannya Naura membuka sendiri pintu mobil, lalu kemudian lari dengan langkah kecilnya ke arah pantai. Agha kemudian menyambar Nikonnya, lalu menyusul Naura. Kilatan blitz kamera yang terus mengikuti gerak Naura seperti tak cukup mewakili keindahan gadis manis itu. Naura memang bak anugerah terindah dari Tuhan. Kulitnya putih, matanya bulat dan berbinar terang seperti bintang pagi, hidungnya mencuat dengan dagu lancip dan bibir mungil yang selalu merah basah. Meski bahasanya santun dengan penampilan anggun bak puteri, tapi Naura sesungguhnya sangat lucu, jenaka dan kadang-kadang iseng dan usil. Sama persis seperti sifat Agha.

''Agha.. kalo ada yang ingin kamu pinta dari ku saat ini, aku pasti akan bilang iya,'' kata Naura. Wajahnya memang menggoda dengan seringai senyum jenaka. Tapi mata Naura menunjukan keseriusan. Sebenarnya, dihati gadis asal Jogja yang baru enam bulan pindah ke kota itu ingin Agha mengatakan sesuatu. Mengatakan hal yang akan membuatnya berbunga-bunga. Hal yang kerap diinginkannya saat terbangun dari tidur malam, atau ketika ia sendirian dalam kamarnya. Tapi Agha tak bergeming.. ia hanya tersenyum.. menarik hidung Naura, mengacak-acak rambutnya lalu berkata dengan suara keras. ''Gw suka ma lo, gw senang ma lo.. makanya gw pengen jadiin elo sandal jepit gw,'' kalimat yang kemudian diakhiri dengan tawa lepas yang tak berhenti. Naura kemudian ikut tersenyum. Ia tahu, Agha tak akan berubah. Cowok itu terlalu banyak main-main, tak pernah serius.


Agha dan Naura sesungguhnya sangat dekat. Tak hanya telephon dan sms yang mengalir deras. Agha terkadang terlihat muncul di pelataran parkir sekolah Naura jika jam pulang tiba. Sore ketika senja memerah scarlet, Agha juga suka muncul di teras rumah Naura, membawakan sebatang Cadbury kesukaan Naura. Terkadang, ia suka membuat Naura beteriak ketakutan, saat jarum speedmeter mobil balapnya menunjuk angka 200/km ketika ngebut di lingkar selatan. Genggaman tangan, pelukan dan kecupan lembut di kening Naura telah berulangkali diberikan Agha.. tapi hanya sebatas itu, tak pernah ada kata cinta yang tercetus. Naluri wanita Naura sesungguhnya yakin, Agha mencintainya.

Lalu tibalah momen terpenting dalam hidup Naura. 15 Januari ia ulang tahun. Papa dan mamanya mengijinkannya menggelar party sweet seventeen yang meriah dengan 99 orang tamu undangan yang sebagian besar teman-teman dekatnya. Agha sama sekali tak diberitahunya. Ia ingin memberi kejutan untuk cowok terkasih itu. Ia ingin Agha terkejut saat ia memintanya datang kerumahnya.

Agha memang datang, tepat pada Pukul 19.45, waktu yang diminta oleh Naura untuk datang. Agha bukannya tidak tau kalau Naura ulang tahun. Ia bahkan sengaja pura-pura tidak tahu, karena sesuatu yang besar tengah direncanakannya. Hari itu ia berniat berlutut di depan Naura dan menyatakan mencintai gadis itu dan kemudian memintanya menjadi penjaga hatinya.

Tapi Agha hanya lima menit berada disitu. Ia pergi tanpa Naura sempat mengetahui kedatangannya. Pelukan dan ciuman di pipi Naura dari seorang cowok berambut klimis membuat seluruh kekuatan Agha lenyap. Ia seperti tak percaya dengan pemandangan di depan matanya. Lidahnya kelu, hatinya kemudian berdarah. Kemarahan dan kegeraman membuatnya pergi dan meninggalkan tempat itu. Mawar merah dan batangan cokelat digenggamannya kemudian dilemparkannya jauh-jauh.

Malam, ketika jarum jam menunjuk angka 00.30 Wita, Naura melihat layar HP-nya ada pesan masuk dari Agha. Kebingungannya yang tak menemukan Agha selama pesta membuatnya langsung bahagia saat melihat inboks massage di hp-nya. Tapi kalimat yang ada di pesan itu kemudian membuat air matanya tumpah dan kemudian berubah menjadi sedu sedan yang lama dan panjang. ''Hari ini harusnya aku menjadikanmu penjaga hatiku.. hatiku sudah terlalu yakin, kalo kamulah anugerah terindah dari Tuhan untukku. Ada cinta buatmu yang aku bawa.. tapi ternyata sudah ada yang lain di hatimu.. dan itu bukan aku. Aku melihat kemesraanmu tadi, dan itu membuatku sakit. Detik ini aku akan menjauh, pergi dari semua tentangmu.. tapi cinta dan sayang yang sudah ada ini, tetap akan ada buatmu.. doaku buatmu Naura, salam terakhir,'' kalimat itu yang ada dikirim oleh Agha padanya.

Agha kemudian menghilang dan tak pernah Naura temukan lagi. Semua nomer HP-nya tidak aktiv. Teman-temannya tidak ada yang tahu. Tempat kostnyapun sepi, dengan pintu rumah yang terkunci rapat. Naura terus mencari, tapi semua usahanya gagal. Menangis dan menangis sajalah yang bisa dilakukannya. ''Aku mencintaimu Agha.. kenapa tak kau tanyakan dulu, dia itu sepupuku dari Jogja,'' lirih Naura dalam sedu sedannya setiap malam.

Suatu sore, hujan turun. Ingatan Naura pada Agha begitu kuat menderanya. Ia tahu Agha sangat suka hujan. Lagu Tercipta Untukku dari UNGU band, yang mengalun dari componya membawa Naura dengan langkah pelan keluar dari pintu rumahnya. Ia seperti melihat Agha di depan gerbang rumahnya. Naura melangkah memanggil Agha, memintanya untuk tidak terus berada dibawah guyuran hujan. Dan ketika gadis itu berlari menghampiri Agha, sebuah mobil boks berkecepatan tinggi yang dikemudikan seorang pria mabuk melaju kencang dari arah utara. Dan… Bruuukk!!
*******
Naura menghela nafas panjang, hujan sudah mulai mereda. Matahari senjapun perlahan hilang. Ujung matanya kini sudah dihiasi dua bulir air mata yang kemudian jatuh dan menimpa sebuah potret diri Agha. Dibagian belakang potret itu ada tertulis kalimat. ''Naura.. jika kamu memegang potret ini, berarti aku sudah ada dialam lain. Tapi ketahuilah.. aku mencintaimu.. dan aku ingin kamu tetap jadikan aku anugerah terindah untukmu,''. Potret itu diberikan ibunda Agha, tepat ketika hembusan nafas terakhir Agha lepas dari raga, dan saat itu Naura sesungguhnya sudah ada dan bersimpuh didekat Agha. Tapi ia tak sempat mengucapkan kalimat apapun, karena Agha sudah pergi dan tak akan pernah kembali lagi.
 







Dompu, 6 Agustus ‘ 09..
Buat kamu mata elangku…
ta'kan slamax tanganku mendekapmu...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar