Rabu, 30 Mei 2012

Nyanyian Sukma

Di dasar relung jiwaku Bergema nyanyian tanpa kata;
sebuah lagu yang bernafas di dalam benih hatiku,

Yang tiada dicairkan oleh tinta di atas lembar kulit ;
ia meneguk rasa kasihku dalam jubah yg nipis kainnya,
dan mengalirkan sayang, Namun bukan menyentuh bibirku.

Betapa dapat aku mendesahkannya?
Aku bimbang dia mungkin berbaur dengan kerajaan fana
Kepada siapa aku akan menyanyikannya?

Dia tersimpan dalam relung sukmaku
Kerna aku risau, dia akan terhempas
Di telinga pendengaran yang keras.
Pabila kutatap penglihatan batinku

Nampak di dalamnya bayangan dari bayangannya,
Dan pabila kusentuh hujung jemariku
Terasa getaran kehadirannya.
Perilaku tanganku saksi bisu kehadirannya,
Bagai danau tenang yang memantulkan cahaya bintang-bintang bergemerlapan.

Air mataku menandai sendu
Bagai titik-titik embun syahdu
Yang membongkarkan rahsia mawar layu.
Lagu itu digubah oleh renungan,
Dan dikumandangkan oleh kesunyian,
Dan disingkiri oleh kebisingan,Dan dilipat oleh kebenaran,
Dan diulang-ulang oleh mimpi dan bayangan,
Dan difahami oleh cinta,
Dan disembunyikan oleh kesedaran siang
Dan dinyanyikan oleh sukma malam.

Lagu itu lagu kasih-sayang,
Gerangan ‘Cain’ atau ‘Esau’ manakah Yang mampu membawakannya berkumandang?
Nyanyian itu lebih semerbak wangi daripada melati:
Suara manakah yang dapat menangkapnya?
Kidung itu tersembunyi bagai rahsia perawan suci,
Getar nada mana yang mampu menggoyahnya?
Siapa berani menyatukan debur ombak samudra dengan kicau bening burung malam?

Siapa yang berani membandingkan deru alam, Dengan desah bayi yang nyenyak di buaian?
Siapa berani memecah sunyi
Dan lantang menuturkan bisikan sanubari
Yang hanya terungkap oleh hati?
Insan mana yang berani melagukan kidung suci Tuhan?







♥♥.•*´¨`*•. (`'•.¸ (`'•.¸*¤* ¸.•'´) ¸.•'´) .•*´¨`*•.♥♥ ✿ܓ ♥ Jangan Biarkan Aku Mati Tanpa CintaMu ♥ ✿ܓ ♥♥•.¸¸.•*♥`(¸.•'´

بِسْــــــ...ــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــم


oleh ~*Sebutir Mutiara,Seindah Wanita Sholehah I*~

Ada gambar di dinding kalbuku
Sebuah nama yang terukir kuat di dinding kepastianku
Tiada yang lain selain hanya gambar diriMu

Ada tentram dibalik dinding hatiku
Saat namaMu kusebut berulang-ulang
dalam gelapnya malam dan gulitanya siang
Ya Rabbi, jangan biarkan cintaku berpaling dari cintaMu,
tenggelamkanlah nyawaku dalam lautan rinduMu
hanya karena Engkaulah bahagiaku
meliputi segala darah yang mengalir di tubuhku

Sejuta peri Kau turunkan untukku, sudah
dengan seribu macam paket karunia dan berkahMu,
Namun bukan itu harapku, ya Rabbi.
Aku hanya butuh sambutan hangat dalam rumahMu
karena senyumMu adalah segalanya bagiku.
Aku selalu merindukan semua karuniaMu
Aku mencintaiMu melebihi cintaku pada diri dan hidupku
matiku karena cintaMu adalah kebahagiaan untukku
Ya Rabbi, jangan biarkan aku mati tanpa cintaMu!


❤✫•°*”☀”*°•✫❤✫•°*”☀”*°•✫❤✫•°*”☀”*°•✫❤✫•°*”☀”*°•✫❤

♫•*¨*•.¸ﷲ¸.•*¨*•♫♥:♫*ღ☆ღ*¨*¤.¸¸::♥::♥.¸¸.¤*¨*ღ☆ღ*♥♫•*¨*•♫


(´'`v´'`)
`•.¸.•´ ღ☆ღ Semoga catatan ini bermanfa'at ღ☆ღ
.¸.•´¸.•*¨)
(¸.•´ (¸.•´ ♥♥ Aamiin ya Robbal 'alamiin ♥♫♥♫Salam Ukhuwah Fillah ♥♥


♫•*¨*•.¸ﷲ¸.•*¨*•♫♥:♫*ღ☆ღ*¨*¤.¸¸::♥::♥.¸¸.¤*¨*ღ☆ღ*♥♫•*¨*•♫

♫•*¨*•.¸ﷲ¸.•*¨*•♫♥:♫*ღ☆ღ*¨*¤.¸¸::♥::♥.¸¸.¤*¨*ღ☆ღ*♥♫•*¨*•♫

Sebutir Mutiara Seindah Wanita Sholeha

Kepada Mereka Yang Kuanggap Sahabat

Baca yah...
http://thoni-geniusku.blogspot.com/2012/05/kepada-mereka-yang-kuanggap-sahabat.html

Senin, 14 Mei 2012

Pelangi Di Ujung Kelambu

Ku rasakan detak jantungku berdetak tak menentu. Terkadang seirama dengan detakan jam, terkadang pula sekencang bunyi gendrang yang di pukul secara membahana. Bahkan dada ini terasa sakit bila jantungku berdetak seperti itu. Di tambah, deru nafasku yang sesak dan mulai bernyanyi dengan nyaring. Hal ini biasa terjadi padaku dalam waktu yang tiba – tiba, bahkan tak terduga.

Tubuhku pun mulai terasa lemas ketika aku harus berlari mengitari lapangan sekolah karena mata pelajaranku kali ini adalah Penjaskes. Tubuhku pun betambah lemas lagi ketika otakku terasa berdetak nyeri di dalam kepala ini karena sakit ku kambuh secara tak terduga, dan terik matahari yang mulai menyengat kulit di siang hari.

Seorang kakak kelas berbaju putih abu – abu yang ku suka pun tampak mendekat, mencoba menangkap tubuh yang lemas ini. Nafasnya yang hangat menerpa wajahku. Aroma tubuhnya yang maskulin menjadi obat penidur untukku, di dalam dekapannya kini.

Beberapa saat berlalu, mimpi gelapku terusik oleh langkah – langkah kaki yang gaduh di sekitarku. Perlahan mulai kubuka kedua mata yang terasa berat ini. Dan hal pertama yang ku lihat , meski dalam keadaan pusing dan kabur adalah langit – langit gedung yang bergerak cepat di atasku, seirama dengan tubuhku yang dibawa di atas ranjang Rumah Sakit oleh orang – orang yang ku kenali sebagai sahaba – sahabatku, dan beberapa orang perawat cantik yang membawa infus sembari berlari, mencoba menyamai kecepatan langkahnya denganku di atas ranjang berjalan ini.

Tubuhku pun di bawa ke dalam sebuah ruangan oleh para perawat itu, sementara sahabat – sahabatku di tahan di luar ruangan oleh 2 perawat lainnya yang menunggu di luar ruangan.

Di dalam ruangan, hidung dan mulutku di tutupi oleh sebuah alat bantu pernafasan yang lumayan membantuku. Infus kembali di pasang di tanganku, dan membuatku jadi panik dan gelisah sendiri.

Seorang pria setengah baya masuk ke dalam ruangan dengan mengenakan jas putih dan beberapa perlengkapan dokternya yang di jadikan satu di dalam sebuah tas hitam yang ia bawa.

Aku langsung memejamkan mata ketika Sang Dokter mengangguk, memberikan instruksi kepada dua perawat wanita yang kini berada di kanan – kiriku.

Selama memejamkan mata, sempat terbayang wajah – wajah orang yang ku sayang. Wajah tante yang menjadi wakilku, wajah sahabat – sahabatku, dan tentu saja, wajah orang yang aku cintai, Kak Dika.

Namun, ketika seseorang memasukkan ujung tajam dari jarum suntik ke kulitku, wajah – wajah itu segenap berubah menjadi keharuan hingga ku sadari beberapa tetes air mataku jatuh dan membasahi pipiku.

Wajah – wajah itu berubah sedih dan penuh keharuan. Bahkan, sempat terlintas kenangan – kenangan pahitku. Terutama, kenangan pahitku tentang kak Dika yang sampai saat ini tak mengetahui bahwa aku sangat menyayanginya. Tapi, sayang, ku tahu ia telah dimiliki wanita cantik yang kutahu adalah kekasihnya.

Jarum suntik pun di keluarkan, dan mata serta detak jantung yang menyakitkan dalam setiap detakanannya ini pun perlahan menjadi pusat pemeriksaan oleh Sang Dokter dan beberapa perawatnya.

Sebuah alat pendeteksi jantung yang berada di sebelahku pun berbunyi aneh, tak seperti bunyi pada jantung orang yang normal.

Sempat ku lihat sang Dokter menggelengkan kepala kepada tatapan sedih para perawat, yang masih berdiri di sisiku itu. Aku pun kembali menutup mata dan mencoba untuk melihat wajah malaikat yang akan menyabut nyawaku, karena penyakit leukimia yang ku alami ini sudah benar – benar tak bisa di sembuhkan lagi. Padahal, seudah banyak usaha yang ku lakukan bersama tante dan sahabat – sahabatku untuk mencari obat penyembuh dari penyakit ini. Tapi ternyata, Tuahn lebih memilih untuk menjemputku di waktu yang tepat ini. Dimana, masih ada orang – orang yang ku sayangi, dan yang menyayangiku. Dan, masih ada dunia yang harus ku jelajahi ini.

Dan, suara pintu yang terbuka dengan keras di ruangan itu pun mengagetkanku hingga membuat mataku yang semula terpejam, malah terbuka hingga sesaat ku lupakan pikiran – pikiran ku tadi.

Seorang wanita cantik bagai malaikat masuk dan langsung berlari memelukku sangat erat. Hingga tak mungkin bisa terlepaskan. Wanita itu menangis di dalam dekapan sayangnya padaku. Ya, ialah tanteku. Orang yang paling ku sayang di dunia ini, karena aku hanya sebatang kara tanpa dirinya.

Bisa ku rasakan suasana haru yang pecah di ruangan ini. Satu persatu sahabat ku masuk dengan mata yang basah dan lebam oleh air mata yang mereka keluarkan.

Semua langsung mendekatiku dan memelukku secara bergantian dengan sangat erat, layaknya aku akan segera pergi meninggalkan mereka. Yang memang benar adanya.

Ku rasakan jantungku mulai melemah, seirama dengan nada yang dikeluarkan oleh alat pendeteksi jantung yang berada di sampingku. Tapi, seseorang datang terlambat dan menghampiriku, hingga membuat jantungku berdetak normal karena keberadaannya. Senyum manisnya melemaskan otot – ototku yang sebenarnya akan tak berfungsi lagi.

Semua yang melihat keadaanku langsung mengerti dan meninggalkan ku berdua saja dengannya, di dalam ruangan yang berbau obat, dan ruangan yang di penuhi dengan nada – nada yang di keluarkan oleh alat pendeteksi jantung, dan tentu saja deru nafasku yang bergetar olehnya.

“Hey. . .!” itulah kata pertama yang keluar dari bibir manisnya, yang langsung memecah kesunyian di antara kami. Wajahnya yang rupawan dengan lesung pipit dan model rambut yang maskulin itu tampak seperti wajah malaikat bagiku, bagi hatiku.

“Hmmm. . .” kakinya bergerak salah tingkah, tapi itu tak mengurangi semua keindahan yang ada pada dirinya.

“Sebenarnya, ada banyak hal yang ingin ku bicarakan padamu.” Tubuh ku yang semula lemas, kini terasa terlonjak ketika tangan lembut dan kekarnya menggenggam tanganku dengan penuh kasih. “Sebenarnya, aku dan Viola hanya sekedar teman. Dan, tak ada hubungan apa pun yang melebihi itu.” Ia diam sesaat, seraya menatap lekat mataku.

“Sebenarnya, memang benar kalau dia pernah menembakku. Itu pun 2 minggu yang lalu.”

Air mataku langsung menetes deras, Jntungku berdetak kencang dengan membahana, ketika ia berkata seperti itu. Tapi, aku tetap menunggu perkataannya yang selanjutnya.

“Tapi aku menolaknya dan memberikan hatiku pada seseorang. . . “ perkataannya terhenti ketika dari dalam tas, ia mengeluarkan sebuah album foto mini, dan ia tunjukan beberapa foto yang membuatku terkejut bagai tersengat listrik. “Seseorang yang mengumpulkan foto – foto ini untukku.” Mulutku tergagap ketika ia berkata seperti itu. Dalam hati aku bertanya – tanya, dari mana ia mendapatkan kumpulan foto – fotonya yang selama ini ku dapatkan dan ku kumpulkan?

“Aku mendapatkannya dari sahabat – sahabatmu.” Katanya pelan, seperti membaca pikiranku. “Mereka memberikanku semuanya. Bahkan bukan ini saja yang ku tahu. Semua surat dan cokelat yang tak berketerangan pengirimnya pun aku tahu dari siapa. Kamu, Susan. Tapi, kenapa kamu gak beritahu aku saja yang sebenarnya? Apa kau tak tahu kalau aku. . . . “ aku benci dengan jeda yang ia selipkan di antara kata – katanya. “Aku juga sayang sama kamu. Aku sebenarnya ingin menembakmu sudah lama. Tapi aku tak pernah menemukan waktu yang tepat.”

Senyumnya membuat bibirku juga melengkung senang dan puas dengan hasil kerja keras ku yang selama ini tak sia – sia. Terlebih, ketika ia memeluk tubuh lemahku ini, beberapa memori dalam benakku yang mengingatkan ku tentang usaha bersama sahabat – sahabatku untuk mencari perhatian Kak Diki padaku. “Jadi, dengan ini, aku harap kamu bisa berjuang dalam melawan penyakitmu ini. Karena aku akan ada terus di sampingmu sebagai. . . . Sebagai seorang kekasih.”

Air mataku kembali menetes, bahkan lebih deras lagi. Ini semua bagai pelangi di awal kelabu. Dimana, Cinta Kak Dika datang padaku, tepat ketika ajal mulai menjemputku.

Tapi, secara tiba – tiba, di suasana yang haru itu, jantungku pun terasa berdetak menyakitkan di dalam dada ini, dalam frekuensi detakannya yang pelan. Sempat ku lihat cahaya keperakan di balik tubuh Kak Dika, serta sekelebat bayangan berwarna hitam pekat di sekitarku

Dan, kata terakhirku yang menuntaskan semuanya pun dapat keluar dari mulut yang semula bisu ini. “Kak. . . Aku sayang kakak. Aku nggak ingin pergi meninggalkan kakak. Aku butuh kakak di sampingku. . . . Tapi, Susan mohon maaf. . . Karena ia telah menjemputku. Lihatlah cahaya keperakan itu, kak. Itulah pintu yang akan ku lalui. Selamat tinggal, Kak. Salam untuk tante dan sahabat – sahabatku.” “Susan! Kamu harus kuat! Kamu harus bertahan! Aku nggak ingin kamu pergi! Susan! Tolong, bukalah matamu!!” suara Kak Dika yang histeris menjadi obat penidur ku untuk selamanya.

Senja di Pelabuhan Kecil

Ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut


Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi.

Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

Inginku. . .

Aku ingin…

Semua yang hadir dalam jiwaku adalah hakmu. Yang akan menjadi pemacu dalam kisah hidup yang kita jalani nanti.

Aku ingin… Hadirku menjadi kekayaanmu yang sempurna. Karena didalamnya ada perhiasan hati untukmu dalam suka dan duka.

Aku ingin… Engkau juga paham akan semburan lava cintaku. Yang akan menyelimuti seluruh jiwamu penuh kehangatan.

Aku ingin… Kau rasakan kebahagiaan saat tepat ujung jarum asmaraku menusuk jantung harimu. Harusnya kau mengerti…

TARIAN AKSARA BENING

Hujan menjelang sore, mengingatkanku pada sebuah dangau bersirap jerami di pematang Bapak. Si aku kecil meringkuk kedinginan di atas tikar pandan tua anyaman ibu. Api mengepul dari tungku perapian di kolong dangau tak jua menghangatkanku. Aku membayangkan seekor dadali menggigil sendirian, di atas bebukitan kecil tempat biasanya aku bersaudara mencari cendawan seusai hujan. Terkenang ulasan bijak Bapak, kala menjawab kecemasanku "Burung lebih bahagia mendiami hutan dan memakan dedaunan, daripada hidup di sangkar emas dengan selimut beludru. Ia takkan pernah kenyang meskipun kau sajikan roti setiap waktu"

Dan, setelah dewasa, setiap melihat seekor burung di kerangkeng, aku selalu merasa ada jiwa makhluk hidup yang dipenjara. Aku menganggap siapa pun yang gemar memelihara satwa-satwa liar, tidak mencintai kehidupan. Aku mencoba menarik sebuah kesimpulan mencemaskan:

Kelak di kemudian hari, kisah tentang makhluk bernama burung hanya ada dalam buku dongeng anak-anak! Kalau pun masih ada yang tersisa, para burung sudah lupa, bahwa mereka bisa terbang, karena habitatnya telah pindah ke dalam rumah-rumah manusia.

(Aku larut dalam Kenari Oh Kenari)

Burung Murai

Wahai burung Murai, bernyanyilah!

Sebab rahasia kekekalan terdapat di dalam nyanyian.

Seandainya saja aku sepertimu, terbebas dari penjara dan rantai. . .

Seandainya saja aku sepertimu; jiwa yang terbang di atas lembah-lembah. . . Menghirup terang seperti anggur dihirup dari cawan-cawan sorgawi. . .

Seandainya saja aku sepertimu,,, polos, mencukupkan diri dan bahagia. . .

Mengabaikan masa depan dan melupakan masa silam...

Seandainya saja aku sepertimu. . . Dalam keindahan, keluwesan dan keanggunan. . . Dengan angin membuka sayap-sayapku untuk dihiasi oleh embun. . .

Seandainya saja aku sepertimu, sebuah pikiran yang melayang-layang di atas tanah. . . Mencurahkan nyanyian-nyanyianku di antara hutan dengan langit. . .

Wahai burung Murai, bernyanyilah! Dan hapuskanlah kecemasanku.

Kudengarkan suara di dalam suaramu yang berbisik di dalam telinga batinku. . .

:.Burung Murai. . . Aku ingin sepertimu. . . :'). . .

Nyanyian Sukma

Di dasar relung jiwaku Bergema nyanyian tanpa kata; sebuah lagu yang bernafas di dalam benih hatiku,

Yang tiada dicairkan oleh tinta di atas lembar kulit ; ia meneguk rasa kasihku dalam jubah yg nipis kainnya, dan mengalirkan sayang, Namun bukan menyentuh bibirku.

Betapa dapat aku mendesahkannya? Aku bimbang dia mungkin berbaur dengan kerajaan fana Kepada siapa aku akan menyanyikannya?

Dia tersimpan dalam relung sukmaku Kerna aku risau, dia akan terhempas Di telinga pendengaran yang keras. Pabila kutatap penglihatan batinku

Nampak di dalamnya bayangan dari bayangannya, Dan pabila kusentuh hujung jemariku Terasa getaran kehadirannya. Perilaku tanganku saksi bisu kehadirannya, Bagai danau tenang yang memantulkan cahaya bintang-bintang bergemerlapan.

Air mataku menandai sendu Bagai titik-titik embun syahdu Yang membongkarkan rahsia mawar layu. Lagu itu digubah oleh renungan, Dan dikumandangkan oleh kesunyian, Dan disingkiri oleh kebisingan,Dan dilipat oleh kebenaran, Dan diulang-ulang oleh mimpi dan bayangan, Dan difahami oleh cinta, Dan disembunyikan oleh kesedaran siang Dan dinyanyikan oleh sukma malam.

Lagu itu lagu kasih-sayang, Gerangan ‘Cain’ atau ‘Esau’ manakah Yang mampu membawakannya berkumandang? Nyanyian itu lebih semerbak wangi daripada melati: Suara manakah yang dapat menangkapnya? Kidung itu tersembunyi bagai rahsia perawan suci, Getar nada mana yang mampu menggoyahnya? Siapa berani menyatukan debur ombak samudra dengan kicau bening burung malam? Siapa yang berani membandingkan deru alam, Dengan desah bayi yang nyenyak di buaian? Siapa berani memecah sunyi Dan lantang menuturkan bisikan sanubari Yang hanya terungkap oleh hati? Insan mana yang berani melagukan kidung suci Tuhan?

No Title

Biarkan hujan berubah menjadi badai... Biarkan pelangi remuk, hancur dimakan waktu.. tapi, tidak untuk cinta kita...

Bila aksaraku terlalu rapuh tuk kau pahami, maka biarlah cahaya mataku kan mencumbu bibir hatimu yang merekah... Bila sukma putihku bak kemarau panjang bagimu, maka biarkanlah oase dari kendi cintaku menyirami bunga amor hatimu..

Mereka, para pion merah yang kan selalu mengusik hari indah kita... Mereka, tirani cinta yang kan selalu menyanyikan kidung-kidung kemunafikkan.. dan dabal-dabal kirmizi merekapun kian retak oleh kidung nan liar..

Kau tahu sayang, cinta kita terlalu jingga dan menyilaukan.. Biarkan saja mereka bernyanyi... menghibur diri mereka dalam balutan pusara cinta yang hitam... Cinta kita takkan pernah tuli olehnya... dan biarkanlah tangan TUHAN mendekap erat Cinta kita... Merangkai remah-remah rindu yang terbengkalai itu menjadi tali temali renjana tak berbilang-bilang...

Hingga pada masanya, cinta kita abadi dalam balutan Bahrullhayat...

Senin, 07 Mei 2012

Cursor

My Face

Salju

Syairku Untukmu

Engkaulah ruh yang menghidupiku dan bayang-bayangmu adalah cahaya di atas wajah-wajahku... aku begitu mencintaimu, tapi cinta terasa kelu.

Dan kini aku menjerit nyaring padamu... bukan dalam basa-basi yang semu, sebab dia yang mencintai tak pernah menyadari kedalaman dirinya sampai saat berpisah tiba.

Maka kini, jangan biarkan gelombang samudera memisahkan kita dan bulan-bulan yang kau habiskan bersamaku janganlah hanya tinggal kenangan belaka...